Senin, 29 Mei 2017

Edisi Sepedaan III : Wisata Pantai Gratis bagi warga Tegal.

Namanya Pantai Larangan.

Pantai Larangan merupakan salah satu (di Tegal) destinasi pantai yang masuknya gratis. Meskipun gratis, tapi pemandangannya gak kalah keren sama Pantai-Pantai berbayar lainnya yang ada di Tegal khususnya. Makanya pantai ini sering dikunjungi bahkan bisa lebih banyak pengunjungnya dari pada Pantai Purwahamba Indah dan Pantai Alam Indah. Yailah orang gratis... hihi. Tapi kenapa bisa di gratiskan begitu saja? Jawabannya sambil bercerita tentang sepedaan ke Pantai Larangan ini.


Sepedaan kali ini melanjutkan cerita sepedaan sebelumnya yaitu pemanasan sebelum mendaki ke Gunung Sindoro. Karena merasa masih kurang kalau cuma sepedaan ke Waduk Cacaban, maka saya tambah lagi sepedaannya dua hari setelah ke Cacaban.

Jarak dari rumah ke Larangan sejauh 10,2 km. Sedikit lebih jauh dari rute sepedaan sebelumnya.

Meski rutenya lebih jauh dari waduk cacaban, tapi jalannya cenderung lebih enak. Karena tidak ada tanjakan apalagi jalan rusak parah akibat truk-truk pembawa alat proyek tol, semuanya tidak ada, jalannya cuma lurusan pula. Makanya waktu tempuh dari rumah pake sepeda tidak lebih dari 25 menitan.

Begitu sampai, saya melihat warga setempat tidak ada yang merasa heran karena ada pesepeda yang datang ke larangan, mungkin karena disini sering dijadikan tujuan pesepeda-pesepeda lainnya. Kecuali saya kesini memakai kostum power ranger mungkin mereka bakal keheranan ada superhero.

Sebelum sampai ke lautnya, kita akan menjumpai banyaknya ikan-ikan hasil tangkapan nelayan yang dijemur.

Omong-omong soal gratis. Karena di Pantai larangan ini adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Selain itu di Pantai Larangan juga dijadikan tempat pengelolaan budidaya ikan. Ini menjadi daya tarik tersendiri karena selain untuk pemasaran hasil perikanan, juga bisa menjadi wisata edukasi. Cuma sayangnya, yang namanya gratis itu pasti pengunjungnya suka seenaknya sendiri seperti coret-coret di badan perahu milik nelayan, juga buang sampah sembarangan. Ini kebiasaan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Perahu milik nelayan yang sedang istirahat
Kalau dilihat-lihat Pantai Larangan ini mulai menunjukan perkembangannya yang semakin kesini semakin membaik. Dulu dibelakang bibir pantai ini banyak semak-belukar dan pohon-pohon berduri. Namun sekarang makin bersih dan makin terawat. Sudah hampir seperti Pantai-pantai ternama lainnya yang ada di Tegal.
Disini dulunya semak-belukar, sekarang bersih.
Ada yang sedang bikin perahu.

Sementara bagi saya sepedaan sampai kesini cukup berbangga. Bahkan saya ingin menambah lagi rute sepedaannya biar lebih jauh lagi. Tapi nanti sepulang dari sindoro. Dan sekarang saya mulai menatap sindoro.

Baca juga :
Edisi Sepedaan I : Agrowosata Loco Antik
Edisi Sepedaan II : Waduk Cacaban
Wisata yang Hilang di Pemalang 

Minggu, 21 Mei 2017

Edisi Sepedaan II : Sampai juga di Waduk Cacaban



Sepedaan ke Waduk Cacaban itu membutuhkan mental yang kuat, fisik yang prima, dan perasaan yang nyaman. Tapi saya tidak memiliki ketiga itu. Karena untuk soal mental, saya orangnya cemen banget. Lalu soal fisik, "jangan di bahas". Sedangkan soal perasaan, hati sedang tidak baik karena habis liat pacar bikin status Facebook bukan buat saya. Modal saya sepedaan ke Waduk Cacaban hanya satu, Nekad. Ya... nekad. Demi harga diri saya supaya kuat nanti pas mau mendaki gunung. Karena ada pacar dan temen ceweknya yang katanya mau ikut, kalau loyo didepan para anak cewek, bisa-bisa saya suruh pensiun jadi cowok.

Emang seberat itu ki jalan menuju Waduk Cacaban?

Iyah. Gegara proyek tol Brebes-Tegal-Pemalang, sebagian jalan menuju Waduk Cacaban hancur akibat sering dilintasi para raja jalanan yaitu truk tronton. Hampir 24 jam mereka selalu lewat jalan ini.

Terus apa lagi ki?

Ya itu tadi. Selain sepedaan dijalur yang bisa bikin bokong kesemutan nyampe gak berasa kalau di pegang, kita juga kudu siap mental karena harus beriring-iringan dengan truk-truk yang super gede abis.

Kemudian rintangan selanjutnya adalah 3 jalan tanjakan yang harus bin wajib saya lalui dengan bersepeda. Alkhamdulillah tanjakan pertama berhasil saya lalui dengan cara berangan-angan sepulang dari sini badan jadi kurus, hasilnya dengan semangat saya mengayun pedal sampai ke atas.


Sedangkan tanjakan kedua dan ketiga itu setelah masuk loket Objek Wisata Waduk Cacaban.
 

Emang sudah jadi Objek Wisata ki?

Iya. Waduk Cacaban ini sudah lama menjadi Objek Wisata, bahkan menjadi salah satu unggulan wisata di kab. Tegal bersama Guci dan Pantai Purwohamba Indah.

Cukup bayar Rp. 2.500,- saya bisa masuk ke Waduk Cacaban.

Dan untuk jalan tanjakan yang kedua dan ketiga ini sebenernya satu tanjakan, saya sengaja pisahkan karena ada jalan datar setelah melewati tanjakan kedua, dan itu pun hanya 3 meter saja, setelahnya tanjakan ketiga yang saya sebut tanjakan paling durjana dari pada kedua tanjakan sebelumnya.



Tanjakan durjana ini adalah tanjakan menuju punggungan Waduk Cacaban. Dan kemiringannya juga hampir 45 derajat, jelas saya gak sanggup, meskipun sambil berangan-angan badan jadi kayak ade rai sekalipun.

Kemudian sepeda saya titipkan di salah satu warung makan yang ada disitu, dan saya jalan kaki untuk melanjutkan ke atas.

Suasana Waduk Cacaban sangat sepi, mungkin karena bukan hari libur, mungkin juga karena jalur menuju kesini sangat rusak bikin orang-orang ogah untuk liburan kesini. Foto waduk cacaban

Selama saya disini cuma ingin melihat tanda tangannya Presiden Indonesia pertama "Soekarno" saat meresmikan Waduk Cacaban ini. Tapi saya tidak menemukan dimana letaknya. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang dengan sedikit berbangga karena berhasil sepedaan sejauh sini dengan jarak 9,7 km dari rumah saya.
Papan informasi Waduk Cacaban
Catatan : Untuk menuju ke pintu masuk 2/loket 2 OW Waduk Cacaban tanjakannya lebih durjana dari tanjakan yang tadi saya lewati. Mungkin lain kali saya akan coba menaklukannya.



Baca juga :
Pertama kalinya sama Adik ke Waduk Cacaban
Pertama kalinya solo traveling
Pertama kali mendaki gunung

Jumat, 19 Mei 2017

Edisi Sepedaan I : Agrowisata Loco Antik



Sekitar 2 minggu lagi, saya dan keluarga sering keluyuran akan kembali mendaki Gunung setelah setahun yang lalu kita tidak mendaki bareng lagi, dan kali ini gunung yang akan kita naiki adalah Gunung Sindoro. Mungkin bagi pendaki profesional untuk mendaki gunung setinggi 3.136 mdpl ini tidak perlu berolahraga seberat mungkin, tapi bagi amatiran kayak saya, gendut pula, olahraga 2 minggu sebelum mendaki itu wajib. Malahan kalau perlu sebulan sebelum mendaki harus sudah sering olahraga. Selain untuk menurunkan berat badan yang hampir 100 kg, penting juga untuk melemaskan otot. Dan olahraga yang saya lakukan sebelum mendaki ini adalah sepedaan.

________________________________________________________



Suatu pagi, iseng jalan-jalan bareng kawan lama (sepeda federal jaman dulu) yang sering saya pake sewaktu SMP, dan sekarang saya pake lagi.

Arah sepedaan saya pagi ini ke Waduk Cacaban, dimana jarak dari rumah saya ke tujuan sekitar 9,7 km. Lumayan buat pemanasan menjelang mendaki Gunung Sindoro. Namun sebelum sampai di Waduk Cacaban, di tengah perjalanan tiba-tiba saya berkeinginan untuk berhenti dan masuk ke wisata anak-anak yang ada di kec. Pangkah (dekat Pabrik Gula Pangkah). Namanya Agrowisata Loco Antik.


Sesuai dengan namanya "Loco Antik" berarti didalamnya ada kereta antik yang usianya sudah teramat tua, dengan 3 gerbong antiknya siap membawa wisatawan jalan-jalan. Meskipun sudah tua, tapi tenang, keretanya masih kuat di isi sekitar 75 penumpang dewasa/100 penumpang anak-anak dengan rute melewati depan PG Pangkah, lalu melewati perkebunan tebu, kemudian melewati sawah-sawah yang ada di Kec. Pangkah ini.

Sekedar informasi, Agro Wisata Loco Antik ini dikelola langsung oleh PG. Pangkah yang merupakan perusahaan pengolahan tebu dan perkebunan hasil dari peninggalan Belanda.


Stasiun mini yang ada di Agrowisata ini

Selain terdapat kereta antik, didalam Agrowisata Loco Antik ini juga ada tamannya.


Bagi yang sekedar ingin foto-foto ditempat ini, ternyata disediakan juga tempat khusus foto-foto yang berlokasi sebelahan dengan stasiun kereta antik tadi, dan nama tempat untuk foto-foto itu adalah "Umah Andon Foto".

Didalamnya kita disuguhi dengan permainan cat tembok yang penuh warna dan juga lukisan-lukisan keren, tapi yang paling menggelitik adalah terdapat tulisan-tulisan kcak pake hati yang bisa menghibur para anak remaja yang lagi galau-galauan.

Bukan hanya kereta, taman, dan tempat khusus untuk foto saja yang ada disini, tapi ada kolam renangnya juga. Dengan panjang sekitar 50 m dan lebar sekitar 20 m ini bisa lah buat latihan anak sekolah biar bisa berenang.
Dengan hanya membayar 2.000 saja sebagai uang parkir kendaraan ditambah 3.000 untuk masuk ke Umah Andon Foto, cukup lah untuk merefresh otak para anak remaja yang habis ujian nasional disekolahan. Makanya di tempat ini lebih didominasi para anak remaja dari pada anak-anak kecil.

Selanjutnya saya akan kembali bersepeda ke tujuan awal. Waduk Cacaban.